6 Januari 2011

Tuna Raksasa Berharga 396.000 Dolar AS

Liputan6.com, Tokyo: Seekor ikan tuna sirip biru raksasa terjual seharga 396.000 dolar AS pada pelelangan pertama 2011 di pasar ikan terbesar dunia di Tokyo, Rabu (5/1).
Kantor berita AFP melaporkan, ikan seberat 342 Kg -- tertangkap di sekitar pulau sebelah utara Jepang Hokkaido -- ditawar hingga 32,49 juta yen (atau sekitar 396.000 dolar AS), kata seorang petugas di pasar ikan Tsukiji, seperti dikutip Antara.
Nilai itu adalah tawaran tertinggi, lebih besar dari rekor sebelumnya senilai 20,02 juta yen yang juga dibayarkan untuk ikan tuna sirip biru pada 2001, kata seorang petugas.
Sashimi, jenis makanan berbahan ikan mentah dari ikan raksasa tersebut diperkirakan akan dijual hingga 3.450 yen sebagai harga awal, tulis media setempat.
Ikan tersebut dibeli oleh sepasang pemilik restoran sushi dari Jepang dan Hong Kong yang juga membuat tawaran bersama untuk ikan tuna sirip biru lain pada lelang pertama tahun lalu di Tsukiji, pasar ikan seluas lebih dari 40 lapangan sepak bola.
"Saya merasa lega," kata pemilik restoran asal Hong Kong kepada wartawan di pasar itu, tempat total 538 ikan tuna sirip biru juga terjual dengan harga tinggi dalam lelang subuh tersebut.
"Ikan tuna itu bagus, harga yang tinggi terjadi karena pembeli asing juga menginginkan tuna itu."
Media setempat mengatakan penawar dari Cina yang sedang mengalami pertambahan permintaan jenis ikan tuna sirip biru ikut mendongkrak harga jual hingga mencapai rekor baru.
"Globalisasi makanan memicu tingginya harga. Ini merupakan berita bagus yang menghidupkan seluruh pasar. Saya harap perekonomian Jepang juga dapat terdorong dan meningkat." kata seorang peserta menurut kantor berita Kyodo.
Masa perburuan ikan yang berlebihan telah menjatuhkan harga tuna global, memicu beberapa negara barat untuk melakukan pembatasan perdagangan atas ikan tuna sirip biru Atlantik yang langka tersebut.
Jepang mengkonsumsi tiga perempat ikan tuna sirip biru yang ditangkap di dunia, bahan dari sushi yang dihargai tinggi di Jepang dan dikenal sebagai kuro maguro (tuna hitam) dan disebut pecinta sushi sebagai permata hitam karena kelangkaannya.

5 Januari 2011

Angin Sejuk Berhembus ke Liga Primer Indonesia


Indonesia akan memiliki kompetisi sepak bola profesional yang baru. Namanya Liga Primer Indonesia (LPI) hasil prakarsa dari bos perusahaan migas Medco, Arifin Panigoro. LPI hadir karena keprihatinan Arifin Panigoro terhadap kondisi roda kompetisi profesional yang tidak juga menghasilkan pemain berkualitas serta tim nasional yang berprestasi.
Arifin juga sejak lama menyoroti bobroknya kondisi pengelola dan pembina sepak bola negeri ini, PSSI. PSSI di era Nurdin Halid memang patut dikritik. Nurdin Halid yang duduk sebagai ketua umum pernah masuk penjara karena kasus korupsi. Isu suap dan tidak transparannya pengelolaan keuangan PSSI juga sering mencuat.
Terakhir PSSI diprotes masyarakat karena menjual tiket pertandingan Piala AFF 2010 dengan tidak profesional. Menaikkan harga tiket seenaknya tapi tidak diiringi dengan pelayanan yang baik. Serta sistem penjualan tiket yang berujung kepada kekacauan.
Yang paling miris dari PSSI-nya Nurdin Halid ialah Indonesia tidak pernah menjadi juara di level Asia Tenggara.
Kini dengan hadirnya LPI, setidaknya ada aroma perubahan bagi prestasi dan pembinaan sepak bola Indonesia. Karena tak dapat dibantah jika ingin memiliki tim nasional yang kuat dan berprestasi, maka liga kompetisi sepak bola dalam negeri haruslah baik, profesional serta jauh dari suap dan manipulasi.
Jika di Liga Super Indonesia (LSI) milik PSSI klub-klub peserta mendapat kucuran dana dari APBD Pemda sebesar miliaran rupiah setiap musim kompetisi. Maka di LPI klub akan mendapat subsidi. Besarnya tergantung dari kebutuhan masing-masing klub.
Subsidi ini akan terus diberikan selama klub bersangkutan belajar mengelola keuangannya dengan profesional, mencari sponsor resmi dan memperoleh laba. Berbeda dengan di LSI yang mana para klub makan dari uang rakyat.
Padahal uang rakyat tersebut akan lebih bermanfaat jika digunakan untuk membangun sarana olahraga atau meningkatkan mutu pendidikan.
Menurut rencana, LPI akan mulai bergulir pada 8 Januari 2011 dengan pertandingan perdana mempertemukan klub Solo FC melawan Persema Malang di Stadion Manahan, Solo, Jawa Tengah.
Untuk kelancaran bergulirnya roda kompetisi, pihak manajemen LPI pun sudah siap. Sudah ada 19 klub yang menyatakan bersedia ikut LPI.
Antara lain: Aceh United, Bali De Vata, Bandung FC, Batavia Union, Bogor Raya, Cendrawasih Papua, Jakarta 1928, Kabau Padang, Ksatria XI Solo, PSM Makassar, Manado United, Medan Bintang, Medan Chiefs, Persebaya, Persema, Persibo, Real Mataram, Semarang United dan Tangerang Wolves.
Dari 19 klub tersebut, 12 klub di antaranya diasuh oleh pelatih asing yang punya pengalaman segudang dan memiliki sertifikat kepelatihan yang resmi. Tapi juga jangan remehkan klub yang dibesut oleh pelatih lokal, karena ada beberapa nama yang punya prestasi. Seperti Bambang Nurdiansyah (Jakarta 1928), Nandar Iskandar (Bandung FC) atau Aji Santoso (Persebaya).
Selain klub, LPI juga sudah memiliki sederet perangkat pertandingan, seperti wasit, hakim garis dan inspektur pertandingan. Beberapa perangkat kabarnya akan didatangkan dari Australia dan beberapa negara Asia. Tujuannya untuk menciptakan kompetisi yang bersih serta menularkan tradisi bermain bola yang profesional.
LPI juga sudah menggandeng stasiun televisi Indosiar sebagai pemegang hak siar tunggal. Artinya dari segi bisnis LPI punya daya jual yang menarik. Terlebih sponsor resmi pun juga berhasil digaet manajemen LPI.
Namun bukan berarti LPI 100 persen sempurna. Karena LPI belum dimulai, maka belum terlihat letak kekurangannya.
Tapi setidaknya semangat, sistem dan orang-orang baru yang berkecimpung di LPI bisa memunculkan optimisme kalau Indonesia mampu memiliki kompetisi sepak bola yang profesional, sehat, tidak ada suap dan menghasilkan pemain, pelatih, perangkat pertandingan hingga klub yang berkualitas.
Muaranya tentu tim nasional yang punya prestasi yang diukur dengan bisa juara di Asia Tenggara, Asia, bahkan hingga masuk Piala Dunia.

3 Januari 2011

Foto paling menyedihkan di dunia [World's Saddest Photos Ever]...Indonesia Termasuk Gan...!!!



In the morning September 11, 2001, two hijacked passenger jets crashed into the Twin Towers of the World Trade Center in New York City. This was no accident, but rather a series of attacks done by suicide bombers engaged with the Al-Qaeda terrorist group.
The attacks killed all the passengers on board the hijacked planes, and took away 2,974 innocent lives at the World Trade Center. More than 90 countries lost citizens in the attack, and the stock market was closed for a week.
Peristiwa 11 September 2001, serangan 2 pesawat terhadap menara kembar WTC, mengguncang dunia karena menewaskan hingga 2974 orang
Beginning in 2004, accounts of physical, psychological, and sexual abuse, including torture, rape, sodomy, and homicide of prisoners held in the Abu Ghraib prison in Iraq (also known as Baghdad Correctional Facility) came to public attention. These acts were committed by personnel of the 372nd Military Police Company of the United States Army together with additional US governmental agencies.
Penyiksaan terhadap tahanan di Penjara Abu Grhaib-Irak oleh tentara Amerika dan sekutunya. Penyiksaan meliputi siksaan fisik,siksaan mental psikologis, pelecehan seksual, pemerkosaan dan sodomi terhadap tahanan.
Foto seorang bocah pengungsi Afganistan, saat tengah berlindung dari badai pasir.
More than 40 tons of methyl isocyanate spilled from a Union Carbide-owned pesticide factory in Bhopal, India, in 1984, killing more than 20,000 people in the world’s worst chemical disaster.
After the spill, these skulls were researched, presumably for the specific effects the gas had on the brain, at the nearby Hamidia Hospital. Thechemical injured not only the people who inhaled it, but also nearby animals (at least 2,000 of them) and trees, whose leaves went yellow and fell off within days.
Twenty-five years later, with people still claiming injury from the disaster yet little corrective action having been taken, the government of India has called for a study into the long-term effects of the spill.
lebih dari 40 Ton bahan kimia berbahaya, Methil-Isocyanate yang terbebas dari sebuah pabrik pembuatan Pestisida milik Amerika Union-Carbide, di Bhipal-India pada tahun 1984, membunuh hingga 20.000 orang.
When the Igbos of eastern Nigeria declared themselves independent in 1967, Nigeria blockaded their fledgling country-Biafra. In three years of war, more than one million people died, mainly of hunger. In famine, children who lack protein often get the disease kwashiorkor, which causes their muscles to waste away and their bellies to protrude.
On July 22, 1975, Stanley J. Forman was working in the newsroom of the Boston Herald American newspaper when a police scanner picked up an emergency: Fire on Marlborough Street! Forman rushed to the scene, where multiple fire crews were battling an intense blaze. There was a distress call for a ladder team to the rear of the building to help a stranded woman and child. Forman followed.
In 1937, the Nazis constructed Buchenwald concentration camp, near Weimar, Germany. Placed over the camp main entrance gate, was the slogan Jedem das Seine (literally œto each his own, but figuratively “everyone gets what he deservesâ€�). The Nazis used Buchenwald until the camp’s liberation in 1945. From 1945 to 1950, the Soviet Union used the occupied camp as an NKVD special camp for Nazis and other Germans. On 6 January 1950, the Soviets handed over Buchenwald to the East German Ministry of Internal Affairs.
The SS left behind accounts of the number of prisoners and people coming to and leaving the camp, categorizing those leaving them by release, transfer, or death. These accounts are one of the sources of estimates for the number of deaths in Buchenwald. According to SS documents, 33,462 died in Buchenwald. These documents were not, however, necessarily accurate: Among those executed before 1944 many were listed as “transferred to the Gestapo�. Furthermore, from 1941 forward Soviet POWs were executed in mass killings. Arriving prisoners selected for execution were not entered into the camp register and therefore were not among the 33,462 dead listed in SS documents.
Burial of an unknown child. This picture shows the world’s worst industrial disaster, caused by the US multinational chemical company, Union Carbide.
Ini adalah kuburan dari seorang anak kecil di Bophal-India. Ini masih ada hubungannya dengan peristiwa kebocoran Bahan Kimia terburuk sepanjang masa yang diakibatkan oleh pabrik Pestisida milik Amerika Union-Carbidge.
As a protest to the This Monk slow and unreliable reforms in Vietnam, the Buddhist monks have resorted to immolation, such as this Mahayana Buddhist monk, He burned himself alive across the outskirts of Saigon, mainly because of the harshness done by the South Vietnam government to his fellow Buddhist monks.
He was re-cremated after he burned himself; his heart meanwhile remained in one piece, and because of this he was regarded as a Bodhisattva by the other Buddhist monks and followers. His act of self-immolation increased the pressure on the Di?m administration to implement their reform laws in South Vietnam.
Sebagai bentuk protes terhadap reformasi di Vietnam yang tidak berjalan dengan baik, seorang Biksu rela membakar dirinya sendiri dihadapan umum.
This picture was shot by Eddie Adams who won the Pulitzer prize with it. The picture shows Nguyen Ngoc Loan, South Vietnam’s national police chief executing a prisoner who was said to be a Viet Cong captain. Once again the public opinion was turned against the war.
Hector Pieterson an icon of 1976 Soweto uprising in apartheid South Africa. Dying Hector being carried by a fellow student. He was killed at the age of 12 when the police opened fire on protesting students. For years, June 16 stood as a symbol of resistance to the brutality of the apartheid government. Today, it is known as National Youth Day – a day on which South Africans honour young people and bring attention to their needs.
Picture from an Einsatzgruppen soldier’s personal album, labelled on the back as “Last Jew of Vinnitsa, it shows a member of Einsatzgruppe D is just about to shoot a Jewish man kneeling before a filled mass grave in Vinnitsa, Ukraine, in 1941. All 28,000 Jews from Vinnitsa and its surrounding areas were massacred at the time.
This is a famous picture, taken in 1930, showing the young black men accused of raping a Caucasian woman and killing her boyfriend, hanged by a mob of 10,000 white men. The mob took them by force from the county jail house. Another black man was left behind and ended up being saved from lynching. Even if lynching photos were designed to boost white supremacy, the tortured bodies and grotesquely happy crowds ended up revolting many.
This is the picture of the “mushroom cloud� showing the enormous quantity of energy. The first atomic bomb was released on August 6 in Hiroshima (Japan) and killed about 80,000 people. On August 9 another bomb was released above Nagasaki. The effects of the second bomb were even more devastating – 150,000 people were killed or injured. But the powerful wind, the extremely high temperature and radiation caused enormous long term damage.
Sudanese child being stalked by a vulture nearby. It is quite obvious that the child was starving to death, while the vulture was patiently waiting for the toddler to die so he can have a good meal.
Nobody knows what happened to the child, who crawled his way to a United Nations food camp. Photographer Kevin Carter won a Pulitzer Prize for this shocking picture, but he eventually committed suicide three months after he took the shot.
Seorang anak kecil Sudan, tengah menderita karena kelaparan. Sementara, dibelakangnya, menunggu seekor burung pemakain bangkai, yang seolah-olah sudah siap menyantap anak tersebut jika ia sudah mati. Tidak ada yang tau, apa kemudian yang terjadi pada anak itu, bahkan si Fotgrafer sendiri.
Foto yang sangat terkenal, diambil oleh seorang Fotografer asal Amerika, Kevin Carter. Foto ini memenangkan penghargaan Jurnalis bergengsi-Pulitzer.
Images from the video footage of 12-year-old Muhammad al-Durrah being shot dead in the Gaza Strip. The scene was filmed by a France 2 cameraman.

Ini adalah gambar, dari sebuah Video yang diambil oleh wartawan asal Prancis. Gambar ini menunjukkan seorang anak berusia 12 tahun, bernama Muhammad al Durrah yang tengah berusaha berlindung dari serangan tembakan tentara Israel di sebuah jalanan di Gaza. Meski sang ayah sudah melindunginya, tapi al Durrah tetap tewas tertembak.
World Press Photo of the Year: 1976 Françoise Demulder, France, Gamma. Beirut, Lebanon, January 1976. Palestinian refugees in the district La Quarantaine. About the image She was the first woman to win the World Press Photo, and did so on the 20th anniversary of the award. Demulder stated at the time that she hated war, but felt compelled to document how it’s always the innocent who suffer, while the powerful get richer and richer.
Indonesia is home to the world’s third largest tropical forest, but it’s disappearing quickly. Though often illegal, the forests are cut down both for a booming pulp and paper industry as well as to clear land for oil palm plantations, which supply diverse industries from biofuel to soap to cosmetics.
Because of deforestation, Indonesia is also the world’s third largest greenhouse gas contributor, behind only the U.S. and China; after the forest is cut down, the carbon normally sequestered in the peatland soil is no longer shielded from being released into the atmosphere.
Indonesia adalah tempat bagi Hutan Tropis terbesar di Dunia. Tapi, hutan tropis Indonesia semakin lama semakin gundul. Baik yang dibabat secara legal, maupun illegal. Hutan tropis Indonesia sebagian besar digunduli, lalu ditanami pohon penghasil bahan baku kertas dan minyak kelapa sawit. Kegiatan ini dinamai Deforestasion.
Karena Deforestation ini, Indonesia menjadi negara terbesar ketiga di Dunia, penghasil gas rumah kaca setelah Amerika dan China.
China’s economy has exploded in recent years; so has its pollution problem, leaving no aspect of the country’s environment unaffected. Solid waste often lacks proper disposal, waterways have been polluted, and the air quality has plummeted, largely due to the coal-fired power plants that serve as the country’s primary source of energy.
Environmental degradation has gotten so bad that the Chinese government, which doesn’t easily take-or allow-criticism, has admitted that birth defects in the country have increased as a direct result of it, particularly in coal-producing regions like the north, where this picture was taken.
Perkembangan Ekonomi China memang sangat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Dan perkembangan ini, tentunya juga didukung oleh ketersediaan Energi yang mencukupi. Tapi sayangnya, energi itu sebagian besar berasal dari Sumber Daya Alam yang tidak dapat diperbaharui seperti Minyak dan Batu bara. Dan juga, menghasilkan polusi yang teramat buruk bagi dunia.
Foto yang cukup ironis, awan polusi yang berdampingan dengan tiang-tiang penyambung listrik.
A segregated water fountain with a vastly larger and more desirable fountain for whites, and a small fountain for minorities.
Saya tidak tau, dari mana asal foto ini. Tapi ini adalah sebuah tindakan Rasis, dimana Wastafel yang biasa digunakan untuk minum, dibedakan dalam pembuatan dan tujuannya. Yang sebelah kiri adalah untuk bangsa kulit putih, dan sebelah kanan untuk orang kulit hitam.
World Press Photo of the Year: 1980 Mike Wells, United Kingdom. Karamoja district, Uganda, April 1980. Starving boy and a missionary. About the image Wells felt indignant that the same publication that sat on his picture for five months without publishing it, while people were dying, entered it into a competition. He was embarrassed to win as he never entered the competition himself, and was against winning prizes with pictures of people starving to death.
Tangan hitam itu, adalah tangan seorang anak yang kelaparan di Uganda. Foto ini diambil pada bulan April 1980 oleh Mike Wells. Bahkan foto ini mendapat penghargaan, dan Mike mendapat hadiah.



sumber :http://spiritforum.wordpress.com/2011/01/03/foto-paling-menyedihkan-di-dunia-worlds-saddest-photos-ever/

Sukses di AFF PSSI Untung 20 Milyar dan Okto Hanya Dapat Rp25 Juta

 Ketua Panitia Lokal atau LOC, Joko Driyono, mengungkapkan, keuntungan yang diperoleh dari pelaksanaan Piala AFF 2010 sekitar Rp 20 miliar. "Jumlah itu merupakan angka tertinggi," kata Joko.


Joko menyatakan, jumlah pendapatan dari pelaksanaan babak penyisihan hingga babak final mencapai Rp 31 miliar. Dari jumlah tersebut, pendapatan pertandingan laga final kedua mencapai Rp 9 miliar. "Untuk biaya pengeluaran totalnya antara Rp 11 miliar  dan Rp 12 miliar," terang Joko.

Sekjen PSSI Nugraha Besoes mengatakan, pendapatan dari penjualan tiket tersebut akan dialokasikan untuk biaya pembinaan. "Kami juga memiliki kebutuhan untuk penyelenggaraan kongres, tetapi itu tidak akan memakan biaya besar. Tentu yang membutuhkan biaya besar adalah pembinaan," ucap Besoes.

Nugraha menjelaskan, tim nasional Indonesia akan menjalani beberapa agenda penting sebagai persiapan SEA Games 2011. Jadwal terdekat yang akan dihadapi timnas adalah Pra Olimpiade 2012 yang bakal berlangsung pada bulan Februari dan Maret.

 Okto Hanya Dapat Rp25 Juta

Perhelatan Piala AFF 2010 telah melambungkan para pemain Indonesia termasuk Oktovianus Maniani sebagai salah satu ikon tim Garuda. Namun cucuran keringat Sang ‘Mutiara Hitam’ ini hanya dihargai Rp25 juta oleh PSSI (Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia). Nilai ini tentu saja tak sebanding dengan kontribusi yang diberikannya mengantarkan Indonesia menempati posisi nomor 2 di ASEAN.

Sangat disayangkan apabila atlet bermutu tidak mendapatkan reward yang layak

Sangat disayangkan apabila atlet bermutu tidak mendapatkan reward yang layak

Kalau Okto, demikian dia dipanggil, memerlukan waktu hampir sebulan guna mendapatkan bonus Rp 25 juta, tidak halnya dengan penyanyi Syahrini yang hanya butuh waktu 1 jam untuk dibayar Rp 50 juta lewat aksi panggungnya menyanyikan sekitar 3 atau lima lagu.

Namun pemain bernomor punggung 10 di timnas tetap mensyukuri nikmat yang didapatnya. Layaknya sebagai seorang sinterklas yang muncul pada perayaan Natal, Okto pun membagikan bonus tersebut kepada sanak saudaranya di Jayapura. “Uangnya sudah habis saya bagikan kepada sanak saudara saya,” tukas anak laki satu-satunya dari lima bersaudara pasangan Benyamin Maniani dan Ny. Dorci saat dihubungi Pos Kota tengah berlibur di kampung halamannya di Jayapura, Papua, Senin (3/1). PSSI memang telah membagikan bonus yang keseluruhannya berjumlah Rp 3,5 miliar atas keberhasilan timnas melangkah ke babak final.

KISARAN RP 100 JUTA
 
Manajer Tim Andi Darusalam Tabusala mengatakan, bonus pemain telah dibagikan. Namun jumlah yang diterima pemain tentunya tidak merata terutama pemain inti dengan cadangan. “Untuk Okto tak mungkinlah mendapat bonus sebesar Rp 25 juta karena dia pemain inti. Kisarannya mencapai Rp 100 juta,” beber pria yang akrab disapa Salam itu.

Selama berkiprah di Piala AFF 2010 1-29 Desember, Okto telah menyumbangkan satu gol ke gawang Laos saat Indonesia menang 6-0. Ia juga memberi assist atas terciptanya gol kelima Indonesia yang dicetak Irfan Bachdim ketika mengalahkan Malaysia 5-1 di fase Grup. Namun Okto tak bisa tampil di leg kedua babak final melawan Malaysia di Stadion Utama Gelora Bung Karno, 29 Desember, akibat akumulasi kartu kuning.

Pemain berusia 20 tahun yang berasal dari klub Sriwijaya FC itu direkomendasikan oleh kolumnis ESPN (kabel tv olahraga dunia) John Duader sebagai satu dari 10 pemain Asia yang layak bermain di benua Eropa. Malah Duader menyebut Okto sebagai Ryan Giggs-nya Indonesia. Pemain yang pernah membela PSMS Medan dan Persitara Jakarta Utara ini pun tak menolak bila memang ada tawaran bermain di Benua Biru.
 
“Saya hanya berupaya mengeluarkan segenap kemampuan saat berlaga termasuk ketika membela negara,” ujarnya. Okto menambahkan, penampilan cemerlangnya di Timnas tak lepas dari peran rekan-rekannya. “Sayang kita gagal membawa Indonesia juara. Tapi saya senang dapat membela negara di Piala AFF 2010,” katanya.
 
sumber kompas.com dan ruanghati.com

Perseteruan Nurdin Halid vs Arifin Panigoro, Sepakbola Indonesia Menuju Ambang Kehancuran?

Menyaksikan penampilan tim nasional di Piala AFF 2010, siapapun setuju, sepakbola Indonesia mengalami kebangkitan kembali. Optimisme terbentuknya satu kesebelasan nasional yang tangguh dan disegani negara-nagara Asia-Pasifik seperti di era akhir 1970-an, menyala lagi.


Perseteruan Nurdin Halid vs Arifin Panigoro, Sepakbola Indonesia Menuju Ambang Kehancuran?

Namun eforia dan optimisme bercampur kebanggaan itu ternyata tidak berlangsung lama. Kurang dari sepekan setelah pesta sepakbola di stadion Bung Karno Senayan berakhir, pecinta sepakbola kembali disuguhkan konflik baru yaitu persaingan menjurus pada keinginan saling mematikan antara dua kubu.



Keduanya adalah kubu yang dipimpin Nurdin Halid dan kubu Arifin Panigoro. Nurdin mewakili Liga Super Indonesia (LSI) sekaligus PSSI dan Arifin selaku representasi Liga Primer Indonesia (LPI), sebuah wadah baru pesepakbola profesional Indonesia.

Pihak yang baru saja mengikuti perkembangan sepakbola nasional tentunya bertanya-tanya, ada apa gerangan? Secara singkat digambarkan, persoalan Nurdin dan Arifin bersumber pada tekadnya meningkatkan prestasi sepakbola Indonesia.

Nurdin yang sudah memimpin PSSI selama lebih dari lima tahun dan punya hak menggelar kejuaraan lewat LSI, di mata Arifin telah gagal. Arifin ingin masuk ke PSSI dengan niat positif, tapi pintu ditutup Nurdin.

Arifin yang dikenal sebagai konglomerat minyak dan batubara di Indonesia, tidak diam. Ia lantas membentuk LPI. Hanya dalam waktu kurang dari setahun Arifin berhasil menarik sejumlah klub lama dan baru bergabung ke LPI. Rencananya pekan kedua Januari 2011, LPI akan memulai kompetisi perdananya diikuti 19 klub.

Terbentuknya LPI dan bakal berputarnya roda kompetisi baru di luar kendali PSSI, membuat Nurdin selaku Ketua Umum PSSI tidak nyaman atau mungkin tersinggung bahkan marah.
Nurdin yang dikenal politisi Golkar ini merasa disaingi secara ilegal oleh Arifin yang pernah menjadi anggota DPR dari PDI-Perjuangan. Sedangkan Arifin tidak peduli dengan sikap Nurdin.

Menurut kabar perbedaan yang paling mendasar antara LSI (Nurdin) dan LPI (Arifin), bukan dalam soal ideologi politik melainkan terletak pada konsep profesionalisme sepakbola.
Untuk sementara ini konsep LPI lebih menjanjikan, ketimbang LSI. Dalam arti pemain dan pelatih atau siapapun yang bergabung di LPI, seperti yang didengung-dengungkan, akan lebih terjamin masa depannya.

Obsesi LPI, pesepakbola dapat menjadi sebuah profesi pilihan generasi muda seperti David Beckham (Inggris), Zinadine Zidane (Prancis) dan Pele (Brazil). LPI membuang semua hal-hal negatif yang ada di LSI atau PSSI, antara lain meniru konsep pengelolaan Liga Utama sepakbola Eropa.

Paling nyata dari LPI adalah bergabungnya sejumlah pelatih asing profesional yang ketika masih muda usia mereka merumput di klub-klub Eropa dan Amerika Latin.

Sementara korban pertama yang disebut-sebut bakal terkena imbas dari persaingan antara LSI dan LPI, antara Nurdin dan Arifin adalah pemain muda berbakat yang baru saja menjadi warga negara Indonesia. Siapa lagi kalau bukan Irfan Bachdim.

Irfan yang secara resmi bermain untuk klub Persema Malang, berada dalam posisi sulit. Sebab Persema merupakan salah satu peserta LSI yang mundur, lantas bergabung dengan LPI.

Dengan demikian, pada kompetisi perdana LPI Januari 2011 ini, Irfan harus memperkuat Persema. PSSI dan LSI sekaligus Nurdin mengancam Irfan untuk tidak boleh lagi bermain bagi tim nasional, peluang yang dibanggakan Irfan.

Irfan menjadi serba salah. Anak muda ini sejatinya tidak pernah tahu apalagi menduga dunia sepakbola Indonesia sudah seperti dunia politik dan ekomomi nasional yang karut marut.

Memang apa yang dijanjikan LPI belum tentu akan membuat sepakbola nasional berubah secara signifikan.Tetapi satu hal yang patut diapresiasi adalah keberanian Arifin mengorbankan dana pribadinya untuk sebuah proyek nasional yang seharusnya menjadi tangggung jawab pemerintah cq Kementerian Pemuda dan Olahraga.

Yang cukup memprihatinkan, persoalan ini, tidak terpantau banyak pihak. Termasuk elit bangsa yang ketika final Indonesia-Malaysia dalam Piala AFF 2010 terkesan sangat peduli pada perkembangan dunia sepakbola, belum terdengar punya perhatian terhadap konflik baru ini.

Mereka yang kemarin ini berusaha menggunakan kompetisi Indonesia-Malaysia sebagai ’panggung politik’ seperti Ketua Umum Golkar, Ketua Umum Demokrat bahkan Presiden RI sendiri, sepertinya larut dalam liburan akhir tahun.

Menpora Andi Mallarangeng termasuk yang tidak melihat persoalan ini sebagai sebuah pekerjaan yang harus ditanganinya. Menpora tidak sadar membiarkan Nurdin dan Arifin ‘saling membunuh’, dampaknya dapat menghancurkan masa depan sepakbola nasional.

Semua berharap kekhawatiran ini tidak menjadi kenyataan. Kebangkitan sepakbola nasional harus didukung siapapun. Pecinta sepakbola harus berani menyingkirkan ’orang-orang bola’, tak peduli apakah dari kubu Nurdin Halid atau Arifin jika hanya menjadi pembuat masalah.
 
Sebab Nurdin dan Arifin, sebagai manusia biasa, cepat atau lambat akan meninggalkan dunia yang fana. Sedangkan sepakbola, olahraga rakyat ini, di negara kita harus tetap hidup. 

sumber :http://unik13.info/2011/01/perseteruan-nurdin-halid-vs-arifin-panigoro-sepakbola-indonesia-menuju-ambang-kehancuran